KISAH KAUM NABI LUTH DALAM AL-QUR’AN TERHADAP PERILAKU PENYIMPANGAN SEKSUAL

 

KISAH KAUM NABI LUTH DALAM AL-QUR’AN TERHADAP PERILAKU PENYIMPANGAN SEKSUAL

 

     Salah satu kisah para Nabi yang telah diabadikan al-Qur’an yang mengandung banyak pelajaran (ibrah) adalah kisah kaum Nabi Lûth. Al-Qur’an banyak menggambarkan bagaimana kisah kaum Nabi Lûth, salah satunya diterangkan dalam surat al-Naml ayat 54-56. Ayat-ayat sebelumnya dalam surat ini telah mengungkapkan kisah Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Shalih dan kini akan bercerita kisah Nabi Lûth. Keburukan kaum Nabi Lûth yang paling menonjol selain kemusyrikan adalah homoseksual yang pada zaman sekarang lebih dikenal dengan LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). Perbuatan keji kaum Nabi Lûth yang menyukai sesama jenis sudah menjadi kebiasaan yang dianggap lumrah, ketika melihat tubuh perempuan syahwat mereka tidak timbulakan tetapi jika melihat tubuh laki-laki maka syahwat mereka akan bangkit. Apalagi yang mereka saksikan adalah pemuda yang masih kategori amrad. Keburukan mereka itu telah diperlihatkan dimuka orang banyak tanpa ada rasa malu sedikit pun. Mereka merupakan pelopor perbuatan keji yang sebelumnya tidak pernah dilakukan umat terdahulu, yaitu laki-laki mencampuri sesama laki-laki, begitu pun dengan perempuan.

     Nabi Lûth pun diutus Allah kepada kaumnya untuk mengajak beribadah kepada Allah, tidak mempersekutukan-Nya dan melarang mereka melakukan perbuatan keji dan mungkar, namun mereka tidak mau meninggalkan kesesatan dan perbuatan dosa, mereka tetap memilih melakukan kejahatan dan kekufuran. Perbuatan keji mereka ini telah ditegur dengan keras oleh Nabi Lûth. Dengan tegas beliau mengingatkan kaumnya agar meninggalkan kemungkaran menuju kebenaran. Kemudian beliau menegaskan bahwa Allah mengutusnya untuk menyampaikan peringatan kepada kaumnya, lalu beliau menekankan bahwa beliau tidak meminta upah sedikit pun kepada kaumnya atas pekerjaan beliau dalam menyampaikan kebenaran. Seruan Nabi Lûth tidak mereka terima dengan baik, melainkan ada usul yang dikemukakan supaya Nabi Lûth diusir saja keluar dari negeri atau dibuang. Mereka sangat marah karena kebiasaan mereka yang buruk itu ditegur dan mereka memandang Nabi Lûth sesat karena melanggar kebiasaan mereka yang lazim, sehingga Nabi Lûth diusir dan semua keluarganya, anak-anaknya dan menantunya sekalian. Dengan demikian kelak tidak ada lagi orang yang berani mencela perbuatan mereka.

     Selanjutnya Allah pun menimpakan azab kepada kaum Nabi Lûth atas penyimpangan yang mereka lakukan, ini tergambar pada Q.S Hud ayat 81-82 Setelah pada ayat sebelumnya kaum Nabi Lûth enggan menerima seruan Nabi Lûth, dan keinginan mengusir Nabi Lûth beserta keluarganya semakin mencuat, maka pada saat itu, para malaikat memberitahu Nabi Lûth bahwa dirinya merupakan utusan Allah dan mereka tidak dapat mengganggu Nabi Lûth. Para utusan menyuruh Nabi Lûth pada akhir malam malam membawa keluarganya kecuali isterinya, dan hendaklah dia mengiringkan mereka serta melarang mereka berpaling ke belakang sebagaimana diperintahkan Allah swt. Menurut Sayyid Quthb tafsiran dari ayat “Kami jadikan negeri kaum Lûth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan)” merupakan gambaran kehancuran total dengan menghapus, mengubah dan membalik segala sesuatu. Negeri mereka di bawah menjadi di atas merupakan kesamaan peringkat mereka dengan binatang. Binatang masih mengikuti batas fitrah binatang yaitu jantan menyukai betina. Artinya kaum Nabi Lûth lebih rendah daripada binatang. Karena mereka telah melanggar batas fitrah yang telah ditentukan Allah pada manusia. Tidak cukup dengan membalikkan negeri mereka, Allah pun menambah azabNya kepada mereka dengan menghujani berkali-kali dengan batu yang terbuat dari tanah yang terbakar dan bertumpuktumpuk, yang sebagian menumpuki sebagiannya. Dan batu-batu itu diberi tanda oleh Tuhan, yakni dikembangkan terus. Seakan-akan batu itu dapat berkembang dan bertambah banyak pada saat diperlukan.

     Para ulama sependapat dengan penyimpangan yang dilakukan kaum Nabi Lûth, penyimpangan tersebut adalah homoseksual yang dalam kajian fikih dikenal dengan istilah liwath. Islam secara tegas telah melarang liwath karena perbuatan ini menyalahi fitrah manusia dan Allah telah menghancurkan kaum Nabi Lûth yang merupakan pelaku pertama homoseksual atau liwath. Hendaknya dari peristiwa kaum Nabi Lûth manusia di zaman modern bisa mengambil pelajaran dari kisah tersebut dan membentengi diri agar terhindar dari penyimpangan yang dilakukan oleh kaum Nabi Lûth, akan tetapi faktanya masih banyak umat Islam yang melakukan perbuatan keji tersebut termasuk di Indonesia. Orang yang melakukan penyimpangan seksual tersebut sepanjang tahun 2016 dicatat oleh KEMENKES RI telah mencapai 28.640 kasus homoseksual yang terinfeksi HIV, jumlah angka ini meningkat dari tahun 2015 yang mencapai 25.412 kasus. Dilihat dari estimasi dan proyeksi jumlah kasus di atas, dapat dikatakan bahwa Indonesia saat ini darurat LGBT.

      Tidak cukup dengan jumlah yang semakin meningkat, semua orang pada bulan September 2015 sempat digemparkan dengan pernikahan sesama jenis antara dua laki-laki di hotel Gianyar, Bali. Selain itu, pada bulan April 2017 di hotel Oval Surabaya terjadi pesta gay. Sedangkan di Aceh pasangan sesama jenis yang berinisial MH dan MT yang tertangkap dikenakan hukuman 80 kali cambuk pada tanggal 23 Mei 2017 di halaman Mesjid Syuhada kota Banda Aceh yang dilaksanakan di depan umum. Selain fakta di atas, aktivis LGBT pun melakukan liberalisasi tafsir agama untuk melegalkan pernikahan sesama jenis. Di Indonesia pemikiran semacam ini juga sudah mulai digulirkan, baik oleh praktisi homo dan lesbi, maupun sejumlah cendekiawan dan akademisi di perguruan tinggi. Salah satu di antara mereka adalah seorang profesor dalam studi Islam bernama Musdah Mulia, ia menyatakan setuju dengan dilakukannya pernikahan sesama jenis. Dalam wawancara dengan jurnal perempuan edisi Maret 2008, Prof. Musdah mengatakan: “Allah hanya melihat takwa bukan orientasi seksual manusia. Atas dasar itu, tulisan ini memaparkan bagaimana gambaran kisah kaum Nabi Lûth dalam al-Qur’an dan merelevansikannya dengan perilaku penyimpangan seksual.

     Penyimpangan perilaku seksual dalam kajian psikologi dikenal dengan tindakan abnormal. Menurut Sigmund Freud sebagaimana dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono kebitihan seksual merupakan kebutuhan vital manusia yang jika tidak terpenuhi akan menimbulkan tindakan abnormal karena ada gangguan kejiwaan. 28 Ada banyak bentuk perilaku penyimpangan seksual yang terjadi dan terus meningkat, namun yang terjadi pada masa Nabi Lûth hanya homoseksual. Untuk itu, dari semua jenis perilaku penyimpangan seksual, penulis akan memfokuskan pembahasan perilaku penyimpangan seksual pada homoseksual.

     Pengertian homoseksual Homoseksual berasal dari kata homo yang diambil dari bahasa Yunani yang bermakna sama, sejenis, atau satu golongan dan bahasa Latin sex berarti seks, dan jika keduanya digabungkan akan berarti hubungan seks sesama jenis. Dr. Karl Maria Kertbeny, seorang dokter berkebangsaan Jerman-Hongaria merupakan orang pertama yang menciptakan istilah homoseksual pada tahun 1869 dengan menyebarkan melalui pamphlet yang kemudian disebarluaskan keseluruh dunia oleh Richard Freiher Von Krafft Ebing dalam bentuk buku yang berjudul Psychopathia sexualitis. 29 Menurut Kartono homoseksual adalah relasi sosial dengan jenis kelamin yang sama atau rasa ketertarikan dan mencintai jenis kelamin yang sama.30 Dalam Islam istilah homoseksual dikenal dengan liwath. Liwath adalah:

 ِرِه اللواطة هي َو ْط ٌء ال َّر ُج ِل ال َّر ُج َل في دُبُ

Hubugan seksual antara laki-laki dengan laki-laki (sejenis) lewat duburnya.

     Daradjat memberikan definisi homoseksual yang sedikit berbeda dari dua definisi di atas, menurutnya homoseksual merupakan salah satu penyimpangan perkembangan psikoseksual. Kecenderungan memiliki rasa cinta, sayang kepada sesama jenis. Boleh jadi kasih sayang itu berbalas maupun sepihak, di mana ia memperhatikan pribadi atau pekerjaan orang lain. Dalam artian kecenderungan rasa suka kepada sesama jenis yang dimiliki oleh homoseksual ini tidak hanya ketika direspon saja, namun ketika ia sudah memiliki perasaan suka kepada sesama jenis meski perasaan itu tidak berbalas, itu juga termasuk homoseksual.

Dalam mengungkap relevansi kisah kaum Nabi Lûth dengan perilaku penyimpangan seksual, penulis mengelompokkan persamaan dan perbedaan perilaku kaum Nabi Lûth dengan perilaku penyimpangan seksual. Adapun persamaan kisah kaum Nabi Lûth dengan perilaku penyimpangan seksual (terkhusus homoseksual) adalah:

Pada bahasan sebelumnya dijelaskan bahwa Nabi Lûth didatangi oleh malaikat dengan bentuk pemuda yang tampan. Ketika kaum Nabi Lûth mengetahui ada tamu yang tampan di rumah Nabi Lûth, mereka langsung berbondong-bondong mendatangi rumah Nabi Lûth dengan maksud untuk mensodomi tamu Nabi Lûth.40 Ini membuktikan bahwa mayoritas dari mereka menyukai laki-laki tampan, bahkan dalam riwayat lain dijelaskan bahwa mereka menyukai anak laki-laki yang masih muda, yang dinamai amrad yaitu pemuda-pemuda yang masih belum tumbuh apa-apa di mukanya, belum ada kumis dan jenggot, pada zaman sekarang pemuda ini masuk kelompok remaja. Pelaku homoseksual di zaman modern juga menjadikan remaja-remaja tampan dan laki-laki tampan sebagai pasangan seksual mereka. Jika kaum gay melihat remaja tampan dan memiliki ketertarikan padanya, maka dia akan menggunakan berbagai cara untuk mengajak remaja tersebut berhubungan seksual dengannya, mulai dari memberikan perhatian, mengajak jalan-jalan, memberikan bantuan ekonomi dan berbagai cara lain untuk menjerumuskan remaja-remaja tampan masuk pada kelompok mereka. Mereka sengaja menjadikan remaja sebagai target untuk memuaskan nafsu seksual mereka dan menambah jumlah anggota komunitas mereka.41 Pendapat ini juga didukung oleh penelitian Alfitri, beliau meneliti rentan usia pertama kali seorang homoseksual menjadi homoseks. Hasil penelitian beliau menunjukkan rentan usia kaum homoseksual menjadi homoseksual yang terbanyak adalah pada usia 12-18 tahun. 42 Rentan usia ini sesuai dengan batasan umur dalam mendefinisikan remaja.

Kesimpulan :

Dari hasil pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan penelitian, yaitu:

1. Kisah Nabi Lûth dan kaumnya yang digambarkan al-Qur’an secara umum meliputi: nama dan nasab Nabi Lûth, kaum Sodom merupakan kaum pertama pelaku homoseksual, kaum Nabi Lûth mendustakan nabi mereka, Nabi Lûth pupus harapan, malaikat mendatangi rumah Nabi Lûth dengan wajah rupawan, kaum Nabi Lûth mendatangi rumah Nabi Lûth dan akhir dari kisah mereka adalah mendapat azab yang pedih dari Allah dan negeri mereka dijadikan danau yang tidak bermanfaat.

2. Homoseksual dalam kisah kaum Nabi Lûth ditafsirkan oleh Ibnu Katsir dengan menyukai sesama jenis yakni wanita dengan wanita dan pria menyukai pria yang di zaman sekarang dikenal dengan istilah gay dan lesbi.

3. Relevansi kisah kaum Nabi Lûth dengan perilaku penyimpangan seksual adalah mereka sama-sama menyukai laki-laki tampan, sama-sama mempunyai tempat perkumpulan, sama-sama tidak takut azab Allah, sama-sama tidak memiliki ketertarikan pada lawan jenis, sama-sama memiliki ekonomi yan cukup. Dari beberapa persamaan ini dapat dikatakan bahwa kaum Nabi Lûth memiliki relevansi atau hubungan dengan perilaku penyimpangan seksual khususnya gay dan lesbi. Karena itu, mereka dapat dikatakan kaum Nabi Lûth masa kini.

#HMKMUNUSA
#DIVISI ROHANI
#JUMÁT BAROKAH
#KABINETABYAKTA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketentuan PKKMB Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat 2023

PRESS RELEASE BUSINESS PLAN COMPETITION PUBLIC HEATH FAIR (PHF)

PRESS RELEASE KEGIATAN