Kisah Tabi’in “Pemimpin Berilmu”
Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Ilmu agama adalah bagaikan simpanan harta yang Allah bagikan kepada siapa saja yang Allah cintai. Seandainya ada segolongan manusia yang berhak untuk diistimewakan untuk menjadi ulama tentu keluarga Nabi-lah yang paling berhak mendapatkan pengistimewaan. Atha’ bin Abi Rabah adalah orang Etiopia. Yazid bin Abu Habib itu orang Nobi yang berkulit hitam. Al Hasan Al Bashri adalah bekas budak milik kalangan Anshar. Sebagaimana Muhammad bin Sirin adalah mantan budak dari kalangan Anshar.”
Diantara ulama besar Islam di zaman
tabiin yang berdomisili di Mekah adalah Abu Muhammad Atha’ bin Aslam Abu Rabah
yang terkenal dengan sebutan Atha’ bin Abi Rabah. Diantara bukti ketinggian
ilmu Atha’ adalah pujian Ibnu Umar untuk beliau.
Dari ‘Amr bin Said dari ibunya, sang ibu
bertutur bahwa ketika Ibnu Umar tiba di Mekah para penduduk Mekah tanya-tanya
soal agama kepada beliau. Mendapati fenomena tersebut Ibnu Umar mengatakan,
“Wahai penduduk Mekah mengapa kalian berkumpul menanyaiku padahal di
tengah-tengah kalian terdapat Atha bin Abi Rabah.”
Diantara sisi menarik dari hidup beliau adalah
kisah berikut ini,
Dari Ibrahim bin Ishaq Al Harbi, beliau
bercerita bahwa Atha’ adalah budak berkulit hitam yang dimiliki oleh seorang
perempuan dari penduduk Mekah. Disamping berkulit hitam, Atha’ adalah seorang
yang sangat pesek sehingga digambarkan bahwa hidung Atha’ itu hanya seakan-akan
biji kacang yang ada di wajahnya. Suatu hari Khalifah ketika itu yang bernama
Sulaiman bin Abdul Malik datang menemui Atha’ bersama kedua anaknya. Mereka
bertiga duduk di dekat Atha’ yang saat itu sedang mengerjakan shalat sunnah di
masjid. Setelah beliau menyelesaikan shalatnya beliau memalingkan muka dari
mereka bertiga. Mereka bertiga tidak henti-henti bertanya tentang berbagai
hukum mengenai ibadah haji dan Atha’ menjawab pertanyaan mereka sambil
membelakangi mereka. Setelah selesai bertanya di jalan pulang Khalifah Sulaiman
berkata kepada kedua anaknya,
“Wahai kedua anakku, janganlah kalian kendor
dalam belajar agama karena aku tidak akan melupakan kehinaan kita di hadapan
budak hitam ini.”
Ada beberapa petikan pelajaran yang bisa kita
ambil dari kisah di atas:
1). Ilmu itu didatangi bukan mendatangi.
Lihatlah bagaimana seorang khalifah mendatangi seorang ulama untuk bertanya
tentang masalah agama.
Dari Abul Qasim At Tafakur, aku mendengar Abu
Ali al Hasan bin ‘Ali bin Bundar Al Zanjani bercerita bahwa Khalifah Harun Ar
Rasyid mengutus seseorang kepada Imam Malik bin Anas agar beliau berkenan
datang ke istana supaya dua anak Harun Ar Rasyid yaitu Amin dan Makmun bisa
belajar agama langsung kepada Imam Malik. Imam Malik menolak permintaan
Khalifah Harun Ar Rasyid dan mengatakan, ‘Ilmu agama itu didatangi bukan
mendatangi.’
Untuk kedua kalinya Khalifah Harun Ar Rasyid
mengutus utusan yang membawa pesan sang khalifah, Kukirimkan kedua anakku agar
bisa belajar agama bersama murid–muridmu. Respon balik Imam Malik, Silahkan
dengan syarat keduanya tidak boleh melangkahi pundak supaya bisa duduk di
depan dan keduanya duduk dimana ada tempat yang longgar saat pengajian. Akhirnya
kedua putra khalifah tersebut hadir dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
oleh Imam Malik.
2). Seorang yang rendah di mata manusia
dapat menjadi mulia karena ilmu. Lihatlah seorang kepala negara dengan
kekuasaan nan luas nampak hina dihadapan seorang mantan budak yang berkulit
hitam legam. Seorang budak yang tentu tidak punya kelas istimewa di mata
manusia dan seorang yang buruk rupa nampak mulia di depan seorang kepala
negara.
Umar mengatakan “Sesungguhnya Nabi kalian
pernah mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah itu memuliakan dengan sebab Alquran
(baca:ilmu agama) sebagian orang dan menghinakan sebagian orang dengan sebab
Alquran(baca: berpaling dari ilmu agama).” (HR. Muslim, no. 1934).
3). Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik
adalah seorang penguasa yang memiliki kualitas agama yang cukup baik. Ini
dibuktikan dengan tidak canggung untuk bertanya kepada ulama sambil
merendah-rendah di hadapan ulama dan kepergian beliau ke Mekah untuk menunaikan
ibadah haji.
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ
أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ
قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang
telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di
antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan
(kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan
aku termasuk orang-orang yang saleh?” (QS. al Munafiqun:10).
Yang dimaksud dengan ‘aku termasuk orang-orang
yang shalih’ adalah aku akan berhaji. Ibnu Abbas mengatakan, “Tidaklah ada
orang yang berkewajiban untuk membayar zakat dan berhaji namun tidak
melakukannya melainkan saat kematian pastilah dia akan memohon kepada Allah
agar bisa kembali ke dunia” (Tafsir al Jalalain, hal. 566, terbitan Darus
Salam Riyadh cet. kedua 1422 H).
4). Orang yang hendak mempraktikkan
prilaku salaf dalam ‘menyikapi orang lain’-bukan dalam masalah praktik salaf
dalam menjelaskan ibadah mahdhah-hendaknya menimbang perubahan dan perbedaan
kondisi masyarakat, mulia dan tidaknya ilmu agama dan ulama ahli sunnah di
masyarakat saat ini dan baik buruknya dampak perilaku tersebut terhadap citra
Islam dan kaum muslimin secara umum dan citra dai, penuntut ilmu, ahli sunnah
dan orang-orang shalih secara khusus. Kita tentu sepakat bahwa jika perbuatan
Atha’ di atas (menjawab pertanyaan dengan membelakangi penanya) ditiru
mentah-mentah oleh seorang ulama atau dai saat ini terhadap para penguasa saat
ini, tentu yang terjadi adalah salah faham, buruk sangka dan citra buruk untuk
Islam, dakwah Islam, ulama, dai bahkan umumnya kaum muslimin.
Sungguh tidak tepat praktik dakwah sebagian
orang yang bersemangat meniru ulama salaf dalam rangka menyikapi orang lain
tanpa menimbang adanya berbagai faktor yang melingkupi praktik ulama salaf
sehingga praktik mereka di zaman mereka adalah praktik yang tepat, bijak dan
tepat sasaran saat itu.
#DIVISI ROHANI
#JUM'AT BAROKAH
#KABINETARKANANTA
Komentar
Posting Komentar