KISAH ASHABU AR-RASS

 

{KISAH ASHABU AR-RASS}

Allah Subhanahu wa ta’ala selalu memberikan rahmat dan keberkahan bagi siapapun yang teguh beriman kepada-Nya dan memberi pelajaran bagi siapapun yang mengingkari-Nya sebagaimana yang telah terjadi pada umat-umat terdahulu seperti Ashabur Rass. 

Ashabur Rass atau Kaum Rass adalah kaum yang dibinasakan Allah karena mengingkari ajaran yang disampaikan oleh Nabi. Secara harfiah, rass berarti telaga sumur yang dipenuhi batu atau dilingkari bebatuan. Kaum ini disebut Ashabur Rass karena mereka tinggal di sekitar telaga atau sumur. Menurut Ibnu Abbas r.a, Rass adalah telaga yang berada di Azerbaijan dan Kaum Rass adalah penduduk salah satu kampung di Tsamud. 

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh sayyidina Ali bin Abi Thalib, beliau menjelaskan bahwa Ashabur Rass adalah sebuah kaum yang menyembah pohon sanaubar dan disebut sebagai syah dirakht (raja pohon). Yafits bin Nuh adalah yang pertama kali menanam pohon itu pasca badai topan yang menerpa tepian sungai yang dikenal dengan sebutan Rousyan Oub.  

Yafits menyebar dua belas bibit pohon sanaubar ke dua belas desa di tepian sungai. Desa-desa tersebut bernama Oban, Odzar, Die, Bahman, Isfand, Farwadin, Ordi Bahsyt, Khordad, Murdad, Tiir, Mihr dan Syahriwar. Nama-nama tersebut kemudian dijadikan nama-nama bulan dalam sistem penanggalan Bangsa Ajami atau Bangsa Persia. 

Pohon yang itu tumbuh besar dan subur, para penduduk pun amat menghormati pohon tersebut. Melihat keadaan ini, setan pun berbisik pada Raja Tarouz agar memerintahkan seluruh penduduk untuk menyembah pohon itu. 

Setan meminta raja untuk melarang kaumnya menggunakan air dari sungai di sekitar pohon sanubar. Raja pun mengumpulkan seluruh penduduk dari dua belas desa dan berkata, “Wahai pendudukku, janganlah kalian dan ternak kalian untuk minum dari sungai itu! Berikanlah kehidupan yang sempurna bagi pohon sanubar!” 

Setan meyakinkan Kaum Rass bahwa pohon tersebut merupakan Hayat al-ilahiyat (kehidupan ketuhanan) sehingga tidak diperbolehkan siapapun menganggu kehidupan pohon itu. 

Dalam rangka pemujaan, Kaum Rass mengadakan sebuah perayaan rutin tiap bulannya. Pada hari raya itu, mereka mempersembahkan seserahan berupa daging hewan yang dibakar. Saat asap pembakaran membumbung tinggi, mereka bersujud dan memohon pada pohon tersebut. Pada saat itulah setan menipu mereka seakan mereka sedang berbicara dengan sembahannya padahal, setanlah yang ada di balik pohon tersebut.

Isfandr adalah puncak perayaan bulanan tersebut. Hari Isfandr dilaksanakan selama dua belas hari dengan seserahan yang jauh lebih banyak dihadirkan. Mereka yakin, pada hari itu pohon sanaubar akan lebih banyak memberikan harapan pada mereka ketimbang hari-hari lainnya. 

Suatu ketika, pengawal kerajaan menemukan seorang anak kecil yang minum dari air sungai itu. Pengawal pun mengadu pada raja dan hal ini membuat raja geram. Setan kian memengaruhi raja dan meminta raja untuk memenggal kepala anak kecil yang tak berdosa itu. 

Raja Tarouz segera menyiapkan algojo dan mengumpulkan kaumnya di depan pohon sanaubar. Tangan anak kecil itu diikat diatas papan penggal, algojo telah mengasah pedang dan penduduk berteriak, “Hukum! Hukum! Hukum!”. 

Sang anak memohon dan menangis, ia terpaksa minum dari air itu karena sangat haus. Tapi raja tak memaafkan. Dipenggallah leher anak yang tak berdosa itu lalu setan datang dan berkata di balik pohon sanaubar, “Lihatlah! Ini adalah hukuman bagi siapapun yang minum dari sungai itu! Maka sujudlah padaku!” 

Tak cukup sampai disitu, setan kembali menggoda Raja Tarouz dan kaumnya dengan menyerahkan seluruh binatang ternak yang telah minum dari air sungai itu. Seluruh binatang ternak itupun disembelih dan seluruh penduduk diminta bersujud. 

Dengan segala kekafiran yang terjadi, Allah mengutus nabi keturunan Yahuda dari Bani Israil untuk memberitahu mereka bahwasannya setanlah yang berbicara dengan mereka di balik pohon sanaubar serta menyeru pada kebenaran dan menyembah Allah. Melihat keadaan ini, nabi tersebut iba bahkan geram. Anak kecil yang tak berdosa serta ternak-ternak yang tak berakal harus dibunuh dengan kejam. 

Kaum Rass menganggap apa yang dibicarakan nabi itu adalah hal konyol dan mustahil. Merekapun tak mengindahkan ucapan nabi tersebut. Rayuan demi rayuan pun dilancarkan oleh sang nabi demi merebut hati Kaum Rass agar mau beriman. Sayangnya, usaha tersebut tak membuahkan hasil, hanya cibiran yang ia dapat dari kaum pemuja pohon itu.

Nabi itupun memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa agar memberi pelajaran pada kaum itu, “Yaa Allah, berikanlah rahmat hamba-hamba-Mu yang beriman dan tunjukkanlah kekuasaan-Mu bagi siapapun yang mengingkari-Mu.”

Allah mengabuli doa hamba-Nya yang beriman. Pohon yang tadinya tumbuh subur berubah menjadi pohon yang kering dan layu. Air yang mengalir di irigasi pun ikut kering. Seluruh tumbuhan yang ada di sekitanya pun mati. 

Allah berfirman, dalam surat Qaf ayat 12, 

كَذّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَأَصْحَابُ الرَّسِّ وثَمُوْدُ

“Sebelum mereka, Kaum Nuh, penduduk Rass dan Tsamud telah mendustakan (rasul-rasul).” 

Amarah kaum rass membuncah. Mereka tidak menerima kenyataan bahwa apa yang mereka puja harus layu dan mati. Mereka menyangka bahwa tuhan mereka telah disihir sang Nabi. Kebencian kian meradang, Kaum Rass menjadi angkuh dan keras hati mereka pun merancang strategi pembunuhan atas Nabi karena mereka merasa bahwa Nabi tersebut telah merenggut kebahagiaan mereka selama ini. 

Kaum Rass akhirnya menggali sumur yang kering dan membuang Nabi kedalamnya dan sumur tersebut ditutup dengan batu besar. Penderitaan Nabi tak sampai disitu, Kaum Rass tega tak memberinya makan dan minum agar perlahan Nabi itu mati dan membusuk di dalam sumur. Nabi itu merintih dan akhirnya meninggal dalam sumur tersebut. 

Kaum Rass berukumpul di sekitar sumur sambil merayakan kematian sang utusan Allah. Setan gembira melihat Kaum Rass yang sukses menyiksa Nabi. Ia pun kembali pada pohon sanaubar yang telah kering itu dan berkata, “Lihatlah hukuman yang aku berikan pada penyihir yang telah merebut hidupku dan kini aku kembali pada orang-orang yang memujaku.” 

Saat itu pula, murka Allah datang. Allah menimpakan azab yang pedih kepada Kaum Rass sebagaimana dalam surat Al-Furqan ayat 38. 

وَعَادًا وَثَمُوْدَا وَأَصْحَابَ الرَّأْسِ وَقُرُوْنًا بَيْنَ ذَالِكَ كَثِيْرًا

“Dan kami binasakan Kaum Ad dan Tsamud dan Penduduk Rass dan banyak lagi generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut”

Allah memindahkan bukit Al-Harits dan bukit Al-Huwairits dari Thaif kepada mereka sehingga mereka dibenamkan di bawah kedua bukit tersebut dan tidak ada satupun rakyat dari kaum tersebut yang bertahan hidup.

 

{Hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil}

Kisah Ashabur-Rass menyiratkan berbagai pelajaran yang dapat diambil oleh setiap Muslim dan manusia yang mencari kebijaksanaan dan petunjuk dalam hidup mereka. Di antara pelajaran tersebut.

Keteguhan dalam Iman: Kisah ini menekankan pentingnya keteguhan dalam iman, terutama ketika dihadapkan pada tekanan dan penindasan. Para Ashabur-Rass, meskipun menghadapi kematian yang mengerikan, tidak pernah mengingkari iman mereka. Ini menggambarkan keteguhan yang luar biasa dalam keyakinan mereka kepada Allah.

Penolakan Terhadap Kekerasan: Kisah ini dengan tegas menolak tindakan kekerasan terhadap individu atau kelompok yang beriman. Allah mengecam keras perbuatan kaum Ashabur-Rass yang membakar orang-orang yang beriman hanya karena keyakinan agama mereka. Ini menjadi pelajaran tentang pentingnya toleransi, keadilan, dan hak asasi manusia dalam Islam.

Allah sebagai Saksi: Kisah ini menggarisbawahi bahwa Allah adalah saksi atas segala perbuatan manusia. Allah melihat segala tindakan dan keputusan yang diambil oleh manusia, dan tidak ada yang tersembunyi dari-Nya. Oleh karena itu, manusia harus bertindak dengan kebijaksanaan, integritas, dan takwa kepada Allah.

Kesalahan dan Kesempatan Untuk Bertaubat: Kisah ini juga mencerminkan bahwa kesalahan yang dilakukan manusia dapat dibalikkan jika mereka bertaubat dan mengakui kesalahan mereka. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, dan Dia memberikan kesempatan kepada setiap manusia untuk memperbaiki diri dan kembali kepada-Nya.

Allah sebagai Pemilik Semua Kekuasaan: Surah Al-Buruj secara tegas menyatakan bahwa Allah adalah pemilik langit dan bumi dan bahwa seluruh alam semesta adalah ciptaan-Nya. Ini mengingatkan manusia tentang ketergantungan mereka pada Allah dan perlunya tunduk kepada-Nya dalam segala hal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketentuan PKKMB Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat 2023

PRESS RELEASE BUSINESS PLAN COMPETITION PUBLIC HEATH FAIR (PHF)

PRESS RELEASE KEGIATAN