Notulensi Webinar International Health Regulation (IHR)
WEBINAR PRODI KESEHATAN
MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
Kegiatan : Webinar Prodi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan UNUSA
Tempat : Zoom Cloud Meeting
Hari, tanggal : Kamis, 09
September 2021
Waktu : 08.00 - Selesai
Narasumber : dr. Acub Zaenal
Amoe, MPH
Moderator : Dwi Handayani,
S.KM., M.Epid
Kata kunci dalam
webinar ini adalah kewaspadaan kesehatan masyarakat. Dalam bidang kesehatan
kita tidak bisa mengandalkan fasilitas canggih saja sehingga peran masyarakat
akan kurang. Kewaspadaan masyarakat yang dimotori oleh aktifis kesehatan
menjadi sangat penting. Kita baru saja mengalami betapa beratnya pandemi
Covid-19. Melihat bagaimana penuhnya rumah sakit yang tidak dapat menampung
penderita Covid-19. Jika mengikuti angka statistic yang menunjukan berapa
banyak angka penderita covid-19 pasti akan terasa berat. Oleh karena itu kita
harus membutuhkan tenaga kesehatan dalam melakukan kewaspadaan masyarakat untuk
menanggulangi Covid-19.
Paradigma
International Health Regulation (IHR) 1969 berubah menjadi International Health
Regulation (IHR) 2005 perbedaanya adalah IHR 1969 pengawasannya berfokus di
perbatasan, berfokus pada beberapa penyakit potensi wabah seperti penyakit
kolera dan PES, tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya, sedangkan IHR 2005
fokusnya penanggulangan langsung pada sumbernya, berfokus pada semua jenis
ancaman penyakit lintas Negara, respons yang disesuaikan sesuai asal dan
jenisnya.
Tujuan IHR 2005
yaitu mencegah, melindungi dan mengendalikan penyebaran penyakit lintas negara
dan melakukan tindakan yang dibutuhkan dan menghindari gangguan yang tidak
perlu pada perjalanan dan perdagangan. Penyakit yang dimaksud adalah penyakit
yang sudah ada, baru dan yang muncul kembali serta penyakit tidak menular
(contoh: bahan radio-nuklear dan bahan kimia). Dari tujuan tersebut ada suatu
prinsip yang berlaku yaitu prinsip minimum restruction dan maksimum perfection.
Ada prinsip dasar
yang harus dihormati sepenuhnya martabat, hak asasi, dan kebebasan hakiki
manusia, Berpedoman pada piagam Perserikatan Bangsa-bangsa dan konstitusi WHO,
Berpedoman pada tujuannya yakni melindungi seluruh umat manusia dari penyebaran
penyakit lintas Negara. Dan yang paling penting dalam prinsip dasar IHR 2005
yaitu Negara memiliki kedaulatan untuk membuat kebijakan kesehatan
masing-masing, namun tujuan dari IHR hendaknya tetap ditunjung tinggi.
PUBLIC HEALTH
EMERGENCY OF INTERNATIONAL CONCERN/
KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT YG MERESAHKAN DUNIA
(PHEIC/ KKM-MD)
Di
dalam literatur-literatur yang ada di Indonesia, PHEIC ini sudah diterjemahkan
menjadi Kegawat daruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKM-MD).
Bisa disebut PHEIC jika ada Kejadian Luar Biasa (KLB). Berikut ciri-ciri KLB :
1.
Merupakan risiko kesehatan masyarakat bagi negara lain
karena dapat menyebar lintas negara (ditentukan oleh WHO setelah melalui proses
konsultasi)
2.
Berpotensi membutuhkan respon internasional yang
terkoordinasi dalam penanggulangannya
Proses IHR Decision Instrumen
:
1.
Kejadian harus diangap serius atau tidak
2.
Harus KLB
3.
Harus ada resiko penyebaran Internasional
4.
Adanya risiko sangsi atau tidak adanya risiko sangsi
tidak menjadi bahan pertimbangan
5.
Diputuskan oleh Jendral WHO
Beberapa kejadian
PHEIC yang pernah terjadi sebelumnya yaitu Influenza A (H1N1) pdm09 pada tahun
2009, Kebocoran Reaktor Nuklir pada tahun 2011, Poliomielitis pada tahun 2014,
Penyakit Virus Ebola pada tahun 2014, Penyakit Virus Zika pada tahun 2016, dan
Covid-19 pada tahun 2020.
Implikasi dari
PHEIC khususnya dari Indonesia menjadi persoalan yang sangat besar. Dampak
negatif ekonomi yang hebat terhadap turisme, perdagangan, dan perjalanan.
Implikasi sosial, penderitaan manusia baik secara fisik maupun psikologis.
Gangguan terhadap kehidupan normal. Ancaman terhadap kesehatan dan sistem
kesejahteraan masyarakat
5 Prioritas Dalam Penerapan
IHR
1.
Setiap Negara harus Membangun fungsi National IHR Focal Point (di Indonesia Dirjen P2P
kementerian Kesehatan)
2.
Memastikan setiap kejadian kesehatan masyarakat
dilaporkan dengan cara yang disyaratkan serta dilakukan verifikasi
3.
Penyesuaian pengaturan administratif dan legalitas
(termasuk sertifikasi, dan aspek peraturan perundangan yang diperlukan).
4.
Penilaian core capacities (gap analysis)
-
Surveillance and
response
-
Designated points
of entry (Bandara, pelabuhan dan PLBD)
5.
Menyusun national
action plan dan mobilisasi sumber daya yang diperlukan untuk menjamin
pelaksanaan IHR 2005 seperti yang disyaratkan
Capasitas yang harus dipilih oleh Negara dalam melangsungkan IHR agar
dapat dilaksanakan lebih baik. Ada 8 Core Cpacities yaitu Legislation and
Policy, Coordination, Surveillance, Response, Preparedness, Risk
Communications, Human Resources, Laboratory. Jika Negara dapat melaksanakan
tugasnya secara maksimal maka harus ada penguatan-penguatan terkait 8 capasitas
tersebut. 8 Core Capacities harus diperkuat menjadi 3 levels
Dalam Core Cpacity 5 : Preparedness, yang paling penting adalah Penyiapan
untuk respon terhadap ancaman biologis, kimia dan radiologi serta kedaruratan
lain. Karena bukan lagi ancaman terhadap penyakit konvensional tetapi sudah
menjadi penyakit yang sudah sangat tinggi.
Yang sekarang ini menjadi salah satu persoalan yaitu kemampuan melakukan
publikasi disiplin telah menjadi bagian yang sangat penting pada proses
penanggulangan PHEIC khususnya Covid-19 saat ini. Tentu kita sering melihat
bagaimana aktifitas-aktifitas masyarakat yang berkaitan dengan kampanye, vaksin
dan sebagainya, itu bisa diberlakukan kegiatan yang sudah ditetapkan
sebelumnya.
KAPASITAS INTI YANG DISYARATKAN UNTUK SURVEILANS DAN
RESPON (IHR 2005 LAMPIRAN 1)
Surveilans dan respon harus ada pada semua level baik di tingkat local
pada masyarakat, puskesmas, provinsi, atau Nasional. Keberhasilan dan masa
depan IHR sangat ditentukan oleh kebijakan dan peraturan perundang suatu
Negara. Hal ini dibuktikan dengan memasukkan “ Peraturan
Perundangan” sebagai salah satu dari dlapan kapasitas inti dalam IHR yang harus
diperkuat
Tujuan
Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan :
1.
Melindungi masyarakat dari penyakit dan/atau faktor
risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat
2.
Mencegah dan menangkal penyakit dan/atau faktor risiko
kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat
3.
Meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan
masyarakat
4.
Memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi
masyarakat dan petugas kesehatan
Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk diselenggarakan di Pelabuhan,
Bandar Udara, dan Pos Lintas Batas Darat Negara. Kekarantinaan Kesehatan di
wilayah diselenggarakan di tempat atau lokasi yang diduga terjangkit penyakit
menular dan/atau terpapar faktor risiko kesehatan masyarakat yang dapat
menimbulkan KKM. (karantina wilayah dapat berupa rumah, area, dan rumah sakit).
Tindakan Kekarantinaan Kesehatan ditetapkan dan dilaksanakan oleh pejabat
karantina kesehatan.
Ada 4 strategi penanganan Covid-19 yaitu pencegahan, tracing, testing,
treatment. Yang menjadi persoalan dan sangat fundamental adalah publikasi
rescomunication. Jika rescomunivation tidak bagus maka akan muncul
aktifitas-aktifitas anti masker, anti vaksin bahkan yang lainnya.
Kesimpulan
1.
Implementasi IHR 2005 sangat ditentukan oleh
a. Kualitas fungsi
sistem surveillance nasional.
b. Kepekaan terhadap
gejala awal merupakan fungsi sistem kewaspadaan dini.
c. Kecepatan respon
dilapangan menentukan hasil akhir
d. Sangat tergantung
pada sistem kesiapsiagaan menghadapi
kedaruratan kesehatan masyarakat
2.
IHR 2005 belum dapat diimplementasikan secara penuh
dalam penanganan Covid-19 di Indonesia
Komentar
Posting Komentar